Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Alex - Mindset Jatuh Cinta (Part-3)

 

Alex - Mindset Jatuh Cinta (Part-3)

Malam ini rasanya berbeda, sepi, senyap, dan hening. Helena terlihat hanya menggulir-gulir layar ponselnya yang sama sekali tidak menunjukkan notifikasi pesan masuk, tentu saja dari Alex. Ngomong-ngomong, ini adalah bulan ke-empat mereka menjalin hubungan. Namun sudah dua hari ini tak terdengar kalimat-kalimat seperti, "Bagaimana harimu?", atau, "have a great day", atau ucapan-ucapan emosional lain di antara mereka. Dua sejoli ini memilih untuk tidak bertegur sapa satu sama lain, lantaran sebelumnya mereka terlibat sebuah pertengkaran. 


Bagaimana tidak? Jika Helena telah memiliki harapan, keinginan, serta perasaan tertentu, ia selalu berfikir bahwa pasangannya akan mengerti apa yang sedang ia pikirkan. Alih-alih merubah akar dari mindset itu, Helena masih dan terus saja mencari validasi dengan kalimat-kalimat seperti, "Aku kira kamu memahamiku", atau, "Apakah kamu tidak ingin sedikit saja, memahamiku?", atau yang lebih ekstrim, "Aku tidak berfikir bahwa hubungan ini akan bertahan, karena kamu tidak pernah memahamiku". Kalimat-kalimat itu sepertinya semakin akrab, menjadikan pertengkaran sulit terhindarkan, dan itulah yang terjadi dua hari yang lalu. 


Lalu bagaimana dengan Alex?


Nampaknya ia mulai jengah dengan sandiwara-sandiwara ini, tapi di sisi lain, Alex telah menjatuhkan cintanya dan memilih bertahan menghadapi Helena. Dan tak lama setelah pertengkaran itu terjadi, ia memilih untuk mencari hiburan diri dan pergi ke bioskop - Alex - Ada Apa Di Bioskop. Dan malam ini, ia memilih untuk pergi ke kedai kopi dan membawa laptop yang ia masukkan kedalam tas ranselnya. Satu jam setelah ia duduk di bangku kedai itu, ia kemudian berdiri, dan menghampiri petugas kasir. "Teh manis saja ya kak? Totalnya lima ribu rupiah". Ucap kasir itu sambil menyerahkan nota ke Alex. "Maaf mbak, saya mau tanya password wifi", Jawab Alex lantaran ia berniat mengunduh beberapa film.


Sepertinya keheningan yang menyapa Helena malam ini, membuatnya tersadar. Sepinya hari yang menemaninya malam ini, membuat ia terbangun dari jeratan-jeratan pola pikir yang membawa dampak buruk ke dalam hubungannya. Bahwa akar masalah yang menjadi pemicu pertengkaran-pertangkaran mereka adalah pola pikirnya. Ia juga tersadar betapa pentingnya berkomunikasi dalam sebuah hubungan, dan bukannya menuntut pasangan untuk "membaca pikiran". Dua jam setelah itu, ia memutuskan untuk mengirim pesan dan meminta maaf pada Alex. 


Sementara Alex masih saja sibuk dan menatap tajam layar laptopnya, sehingga ia mengabaikan ponsel yang lupa ia keluarkan, dan masih tersimpan di dalam ransel. Lima menit kemudian, petugas kasir yang ia mintai password wifi datang menghampiri. "Maaf kak...", ucap kasir itu dg nada suara berada di antara malu dan gelisah. "Mbak saya belum mau bayar, tanggung masih beberapa unduhan lagi". Alex menyela. "Kami mau tutup kak!". Alex pun melihat sekeliling, ternyata memang sudah gelap dan tinggal ia satu-satunya pelanggan kedai itu. 


Setibanya di kosan ia bergegas mengecek ponselnya, dan dengan tenang membaca pesan dari Helena. Alex juga menyambut hangat kalimat-kalimat berbeda yang Helena tulis dalam pesan itu. Seketika Alex merasa ini adalah antidot dari segala kegelisahan yang ia rasakan selama bersama Helena, dan ia juga membenarkan kepercayaannya bahwa mindset Helena ( dalam hal ini mindset siapapun ) akan berubah suatu hari nanti.


Bahwa tidak ada seseorang yang memiliki kekuatan membaca pikiran pasangannya tanpa berkomunikasi. Dan yang terpenting, Bahwa tidak ada seseorang yang memiliki kualitas pribadi yang sama dari waktu ke waktu, dari beberapa pengalaman, serta lingkungan tertentu. Setiap kelemahan memungkinkan pembelajaran-pembelajaran tertentu untuk menghadapinya. Dan setiap pribadi memiliki potensi-potensi yang menunggu dipupuk untuk selanjutnya, berevolusi. 


Dalam beberapa bulan ke depan, hubungan dua sejoli ini terlihat bahagia dan tentu saja, minim pertikaian. Mereka mulai mengkomunikasikan satu sama lain tentang apa yang dirasakan, meski sekecil apapun bentuk perasaan itu. Sehingga mereka menjadi lebih terbuka terhadap perubahan-perubahan serta perbaikan kualitas diri, yang tentu saja berdampak baik pada hubungan. 


Tetapi, hubungan mereka mendadak rapuh, sebelum akhirnya mereka memutuskan berpisah pada bulan ke-tujuh. Bukankah Helena sudah berubah? Lalu mengapa mereka berpisah?